BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Rokok dan Kandungannya
Pada tahun 1492, Colombus menemukan tembakau di pulau Bahamas yang mana penduduknya tidak memperhatikan benda tersebut, malah mereka membuangnya. Colombus pun pada awalnya menyangka benda tersebut tidak berfaedah, namun setelah difikirnya kembali, ternyata benda tersebut mempunyai nilai yang tinggi, namun ia bukanlah orang yang menemukan bagaimana menggunakan tembakau tersebut. Pada tahun yang sama Rodrigo De Jares membuka pabrik dan perusahaan tembakau (rokok) di Kuba, kemudian pada tahun 1556-1558 mulai diperkenalkan ke Perancis, Spanyol dan Portugal. Dan selanjutnya, tersebarlah ke seluruh dunia.
Menurut ilmu kedokteran, rokok mengandung lebih kurang 4000 bahan kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen sianida. Nikotin ialah sejenis tumbuhan organik yang dijumpai secara alami di dalam batang dan daun tembakau yang mengandung nikotin paling tinggi, atau sebanyak 5% dari berat tembakau ialah nikotin. Nikotin merupakan racun saraf yang manjur (potent nerve poison) dan biasa digunakan sebagai racun serangga. Pada suhu rendah, bahan ini bertindak sebagai perangsang dan salah satu sebab utama mengapa merokok sangat digemari dan dijadikan sebagai tabiat. Selain tembakau, nikotin juga ditemui di dalam tumbuhan famili Solanaceae termasuk tomat, terung ungu (eggplant), kentang dan lada hijau. Nikotin dapat merangsang dan meningkatkan aktivitas, kewaspadaan/refleksi, kecerdasan serta daya ingat. Namun di sisi lain, nikotin adalah racun yang dapat menangkal dan menghilangkan pengaruh berbagai macam obat, misalnya antibiotik yang digunakan sebagi obat penangkal terhadap kuman, kadang antibiotik tersebut gagal memberi kesan yang diharapkan, disebabkan oleh nikotin. Kuinin digunakan sebagai obat malaria, namun dengan banyaknya nikotin di dalam tubuh akan mempercepat penyingkiran obat kuinin tersebut dari tubuh. Teofilin sebagai obat pereda sesak nafas, yang menurut hasil penelitian, pada sebagian besar perokok akan lebih cepat menyingkirkan teofilin dibanding pasien yang tidak merokok. Benzodiazepina adalah sejenis obat tidur yang berdosis sangat tinggi, namun pengaruh obat ini akan berkurang jika si peminum obat tersebut adalah perokok.
1.2 Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan
Badan kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok. Dan tidak kurang dari 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok. Penelitian juga menyebutkan bahwa 20 batang rokok per hari akan menyebabkan berkurangnya 15% hemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah. Penelitian terakhir menyatakan bahwa rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen dan setidaknya 200 di antaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan.
Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.
Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko14 kali lebih bersar terkena kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan dari pada mereka yang tidak menghisapnya. Penghisap rokok juga punya kemungkinan 4 kali lebh besar untuk terkena kanker esophagus dari mereka yang tidak menghisapnya serta beresiko 2 kali lebih besar terkena serangan jantung dari pada mereka yang tidak menghisapnya. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung serta tekanan darah tinggi. Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2. Hukum Rokok dalam Pandangan Islam
Tembakau (tabacco) atau rokok mulai nampak dan digunakan oleh sebagian penduduk dunia pada abad ke sepuluh Hijriah yang membuat dan memaksa ulama-ulama pada masa itu untuk berbicara dan menjelaskan hukumnya menurut syar'i, hasilnya terdapat berbagai macam pendapat, sebagian ulama mengharamkannya, sebagian memakruhkan, sebagian membolehkan, sebagian ulama tidak menentukan dan menetapkan hukumnya tapi menjelaskannya secara terperinci dan sebagian ulama lagi mengambil jalan diam dan tidak membahas masalah tersebut.
a. Pendapat yang mengharamkannya
Mereka berpendapat bahwa rokok hukumnya adalah haram menurut syar'i, pendapat ini dinisbahkan kepada Syaikhul Islam Ahmad As Sanhuri Al Bahuti Al Hanbali Al Mashri, Syaikhul Al Malikiyah Ibrahim Allagani, Abul Ghaits Al Qasyasy Al Malikiy, Najmuddin bin Badruddin bin Mufassir Al quran Assyafi'i, Ibrahim bin Jam'an dan muridnya Abu Bakr bin Ahdal Al Yamani, Abdul Malik Al 'Ishami, Muhammad bin Alamah, Assayyid Umar Al Bashri, Muhammad Al Khawaja dan Assayyid Sa'ad Al Balkhi Al Madani.
Alasan dan dalil dalil mereka tentang pengharamannya kembali ke tiga pokok permasalahan yang diakibatkan oleh rokok tersebut, yaitu :
· Memabukkan
Yang dimaksudkan oleh mereka dengan memabukkan yaitu benar-benar menutupi akal dan menghilangkannya meskipun tanpa adanya keinginan yang kuat untuk bersenang-senang. Dengan kata lain, memabukkan bagi perokok adalah dengan menyempitkan akal serta nafasnya. Menurut mereka juga, tidak ada keraguan hal tersebut akan terjadi pada orang orang yang pertama kali mencicipinya. Oleh karena itu, hukumnya adalah haram dan menurut mereka, seorang yang perokok tidak boleh dijadikan imam.
· Melemahkan dan Narcolepsy
Kalaupun rokok itu tidak memabukkan, namun ia melemahkan si perokok dan membuatnya malas dalam bekerja, juga Narcolepsy yaitu penyakit yang ditandai dengan rasa ngantuk yang sangat kuat dan tak terkendali sebagaimana halnya orang dibius. Sebagaimana hadist riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Ummu Salmah bahwa Rasulullah SAW melarang semua yang memabukkan dan melemahkan.
· Berbahaya dan berdampak negatif
Bahaya dan dampak yang mereka sebutkan ada dua macam, yaitu :
- Dampak terhadap tubuh dimana rokok tersebut akan melemahkan dan merubah warna wajah menjadi pucat serta menimbulkan berbagai macam penyakit dan mungkin akan menimbulkan penyakit TBC. Dan mereka berpendapat bahwa tidak ada perbedaan dalam pengharaman sesuatu yang berdampak negatif, baik dampak tersebut datang secara sekaligus maupun bahaya tersebut datang secara perlahan dan berangsur angsur.
- Dampak terhadap keuangan dimana seorang perokok akan menghambur-hamburkan uangnya dan hartanya terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat bagi tubuh dan dirinya serta tidak juga bermanfaat di dunia dan di akherat. Padahal Islam telah melarang untuk menghambur-hamburkan harta kepada sesuatu yang tidak bermanfaat sebagaimana firman Allah SWT, " Wala tubazzir tabzira, innal mubazzirina kaanu ikhwana Sayathin wakana syaithanu lirabbihu kafura" (Al Isra : 27), janganlah menghambur- hamburkan harta kepada apa-apa yang tidak bermanfaat karena orang yang mubazzir adalah saudaranya setan sedangkan setan itu kufur kepada Tuhannya. Mereka juga berpendapat, jika seorang perokok itu mengakui bahwa dia tidak mendapat manfaat apa pun dari rokok pasti dia akan mengharamkannya atas dirinya, bukan dari segi pemakaian dan penggunaannya melainkan dari segi materi yang dihabiskannya dalam membelanjakan rokok tersebut.
b. Pendapat yang memakruhkannya
Pendapat ini mengatakan bahwa rokok menurut hukum syar'i adalah makruh, dan pendapat ini dinisbahkan kepada Syaikh Abu Sahal Muhammad bin Al Wa'idz Al hanafi dan pengikutnya. Adapun alasan dan dalil mereka tentang pemakruhannya adalah sebagai berikut :
· Perokok itu tidak akan terlepas dari bahaya yang ditimbulkan oleh rokok itu sendiri apalagi kalau berlebihan, sedikit saja berbahaya apalagi kalau banyak.
· Kekurangan dalam harta, artinya, meskipun si perokok tidak menghambur hamburkan dan tidak boros serta berlebihan namun hartanya telah berkurang dengan menggunakannya kepada hal hal yang kurang bermanfaat. Alangkah baiknya jika uang yang dibelanjakkan untuk rokok digunakan kepada hal-hal yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
· Baunya yang kurang enak dan sedap dapat menggangu orang di sekitarnya dan hukum memakan atau mengkonsumsinya adalah makruh, sama halnya dengan memakan bawang merah dan bawang putih.
· Rokok akan menyibukkan si perokok dengan menghisapnya yang dapat membuatnya lalai dalam beribadah maupun mengurangi kesempurnaan ibadahnya.
· Rokok akan membuat si perokok lemah dan di saat tidak mendapatkannya si perokok akan terganggu oleh bisikan-bisikan yang akan membuatnya salah dalam bertindak.
· Asyeikh Abu Sahal Muhammad bin Al Wa'idz Al hanafi kemudian berkata : Dalil-dalil tentang pemakruhannya adalah dalil Qath'i sedangkan dalil tentang pengharamannya masih Dzanni, semua yang berbau tidak sedap adalah makruh sebagaimana halnya bawang dan rokok termasuk di dalamnya, kemudian beliau melarang orang orang yang merokok untuk berjamaah di mesjid.
c. Pendapat yang membolehkannya
Pendapat ini mengatakan bahwa hukum rokok menurut syar'i adalah mubah (boleh), pendapat ini dinisbahkan kepada Al 'Alamah Asyeikh Abdul Ghani Annablisi dan Syeikh Mustafa Assuyuti Arrahbani. Adapaun dalil dan alasan mereka tentang bolehnya rokok yaitu Al Ashlu Minal Asyai Al Mubah, asal dari segala sesuatu itu adalah mubah (boleh) sebelum ada dalil syar'i yang sharih yang mengharamkannya.
Mereka mengatakan bahwa orang orang yang menuding rokok itu memabukkan dan melemahkan adalah tidak benar, karena mabuk adalah hilangnya akal yang dibarengi oleh gerakan tubuh sedangkan narcolepsy adalah hilangnya akal tidak sadarkan diri, dan kedua hal tersebut tidak terdapat dan tidak terjadi pada si perokok, sehingga tidak dibenarkan untuk mengharamakannya. Adapun masalah pemborosan dan menghambur-hamburkan uang bukan hanya dalam hal rokok dan masih banyak hal lain yang lebih besar dimana dihambur- hamburkannya uang.
Kemudian Syeikh Mustafa Assuyuti Arrahbani dalam Syarah "Ghayatul Muntaha" dalam fiqh Hanbali : Semua orang yang meneliti masalah ini haruslah bersumber dari Ushuluddin dan cabang-cabangnya tanpa harus mengikuti hawa nafsu, sekarang orang-orang bertanya tentang hukumnya rokok yang semakin populer dan telah diketahui oleh semua orang, kemudian beliau membantah dalil orang orang yang mengharamkannya disebabkan oleh mudharat terhadap akal dan badan dengan membolehkannya, karena asal dari segala sesuatu yang belum jelas dharar dan juga nashnya adalah mubah (boleh) kecuali bila ada dalil nash yang sharih tentang pengharamannya.
d. Pendapat yang tidak menetapkan hukumnya tapi menjelaskannya secara terperinci
Pendapat ini tidak menentukan dan menetapkan hukumnya merokok namun menjelaskannya secara terperinci, mereka mengatakan bahwa tembakau pada dasarnya adalah tumbuhan yang suci tidak memabukkan dan tidak membawa mudharat, hukum asalnya adalah mubah dan hukum tersebut bisa berubah ubah dalam hukum syar'i sesuai dengan keadaan dan kondisi. Jika seseorang merokok namun tidak berdampak negatif terhadap akal dan badannya maka hukumnya adalah Mubah (boleh). Jika rokok berdampak negatif dan membahayakan si perokok maka hukumnya adalah Haram, sama halnya dengan larangan mengkonsumsi madu jika madu tersebut berdampak negatif bagi pengkunsumsinya. Jika rokok itu bermanfaat, digunakan untuk penangkal mudharat atau sebagai obat, maka hukum merokok itu adalah wajib.
e. Pendapat Ulama Modern
· Syeikh Hasanain Makhluf (mantan Mufti Mesir), mengatakan bahwa asal dari hukum merokok adalah mubah kemudian menjadi haram dan makruh karena beberapa hal, diantaranya adalah adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh rokok baik mudharatnya sedikit atau banyak terhadap diri dan harta serta membawa kerusakan, melalaikan tugas dan kewajiban semisal tidak memberi nafkah kepada istri dan anak dan orang orang yang berhak mendapatkan nafkah disebabkan karena hartanya habis dibelanjakan untuk rokok. Kalau hal ini benar-benar terjadi, berati hukum merokok adalah makruh bahkan haram dan apabila tidak ada salah satu diantara mudharat tersebut di atas maka hukum merokok adalah halal.
· Al Alamah Asyeikh Muhammad bin Mani', ulama besar Qatar dan sebagaian besar ulama Najd mengharamkannya. Sebagaimana dalam risalah ulama Najd dan Syarah Ghayatul Muntaha hal 332 oleh Syekh Muhammad bin Mani'.
· Assyeikh Mahmud Syaltut (Syaikhul Azhar) dalam fatawanya mengatakan : Meskipun tembakau tidak memabukkan dan tidak merusak akal namun mempunyai dampak yang sangat negatif yang dirasakan oleh perokok terhadap kesehatannya dan juga dirasakan oleh perokok pasif. Ilmu kedokteran telah menjelaskan mudharat yang ditimbulkan oleh rokok sehingga tidak diragukan lagi kalau rokok adalah penyakit yang berbahaya baik secara Islam maupun secara umum, dan jika kita melihat banyaknya harta dan uang yang dihabiskan untuk membelanjakan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti rokok maka dapat dikatakan bahwa tembakau (rokok) itu mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan dan harta. Dimana hal itu, diharamkan dan dimakruhkan dalam Islam. Di dalam Islam penentuan suatu hukum tentang pengharaman dan pemakruhan tidak mesti harus berdasarkan nash dan dalil khusus tentang hal tersebut tapi cukup dengan mengetahui Illahnya.
2.2. Himpunan Fatwa Haram Merokok
a. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195). Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.
Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340). Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.
Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.
b. Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur’an menyatakan, “Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).” (al-A’raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.
c. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas. Hanya saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.
d. Ulama Mesir, Syria, Saudi
Rokok haram alias terlarang, dengan alasan membahayakan. Di antara yang mendukung dalil ini adalah Syaikh Ahmad as-Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby dan Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim al-Qaani dari Mesir, An-Najm al-Gazy al-Amiry as-Syafi’i dari Syria, dan ulama Mekkah Abdul Malik al-Ashami.
e. Dr Yusuf Qardhawi
Rokok haram karena membahayakan. Demikian disebut dalam bukunya ‘Halal & Haram dalam Islam’. Menurutnya, tidak boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu
Majah. Qardhawi menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk buang-buang waktu dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya tidak membutuhkan.
BAB III
PENUTUP
Keharaman rokok tidaklah berdasarkan sebuah larangan yang disebutkan secara ekplisit dalam nash Al-Quran Al-Kariem atau pun As-Sunnah An-Nabawiyah. Keharaman rokok itu disimpulkan oleh para ulama di masa ini setelah dipastikannya temuan bahwa setiap batang rokok itu mengandung lebih dari 4000 jenis racun berbahaya.
Dan karena racun itu merusak tubuh manusia yang sebenarnya amanat Allah SWT untuk dijaga dan diperlihara, maka merokok itu termasuk melanggar amanat itu dan merusak larangan.
Sedangkan dalam hukum Islam, ketika sudah dipastikan bahwa sesuatu itu membahayakan kesehatan, maka mengkonsumsinya lantas diharamkan. Inilah bentuk ketegasan hukum Islam yang sudah menjadi ciri khas. Maka khamar itu tetap haram meski hanya seteguk ditelan untuk sebuah malam yang dingin menusuk.
Demikian pula para ulama ketika menyadari keberadan 4000-an racun dalam batang rokok dan mengetahui akitab-akibat yang diderita para perokok, mereka pun sepakat untuk mengharamkannya. Sayangnya, umat Islam masih saja menganggap selama tidak ada ayat yang tegas atau hadits yang eksplisit yang mengharamkan rokok, maka mereka masih menganggap rokok itu halal, atau minimal makruh.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.